Jumat, 06 April 2012

Contoh Kasus BI Checking

Bisa Tidak Black List Dihapus? (Membantu Nasabah Menyelesaikan Masalahnya 5

Sumber : http:\\www.kompasiana.com\pulosiregar atau klik disini

“Saya punya Kartu Kredit macet di beberapa Bank. Jadi karena Kartu Kredit macet tersebut, beberapa kali saya mengajukan pinjaman selalu ditolak dengan alasan black list. Padahal saya hanya mengajukan sekitar lima ratus juta rupiah sementara nilai jaminan saya ada sekitar satu milyar lebih. Mengenai perputaran dana di rekening Tabungan selain aktif, juga cukup untuk mengcover syarat pengajuan pinjaman yang saya ajukan.”
“Yang mau saya tanyakan, bisa tidak black list tersebut dihapus?”

Demikian pertanyaan yang berkaitan dengan black list yang pernah saya terima dari seseorang, sebut saja namanya bapak A melalui handphone yang kemudian dilanjutkan dengan tawaran kalau bisa menghapus black list yang dimaksudkan beliau bersedia mengalokasikan dana sepuluh jutaan sebagai success feenya.

Sekilas dari hasil pembicaraan tersebut, dua syarat penting untuk pengajuan pinjaman sesuai yang diinginkan si penelepon tadi yaitu aspek financial (untuk segi kemampuan mengembalikan pinjaman melalui angsuran) dan aspek collatoral (nilai jaminan untuk memback up pinjaman) sudah memenuhi. Permasalahannya hanya tinggal di masalah Character yang biasanya digali dari hasil BI Checking, yang menurut si bapak A tadi menghasilkan informasi black list.

***

Sebelum ke topik.
Yang pertama, masalah Karakter.
Masalah karakter ini merupakan hal utama dalam prinsip pemberian Kredit. Oleh karena itulah masalah karakter ditempatkan pada urutan pertama dari prinsip 5 C dalam pemberian kredit.
Kenapa masalah karakter ini sangat penting? Penjelasannya adalah bahwa meskipun calon nasabah mampu, tapi kalau tidak mau bayar bagaimana? Nanti repot urusannya. Ditagih dengan kasar? Bisa jadi masalah. Ditagih dengan lemah lembut? biasanya tidak akan berhasil. Buktinya seperti contoh bapak A tadi, sampai sekarang ada kartu kredit macet. Padahal dari informasi yang diberikan yang memiliki jaminan sekitar satu milyar, dapat diartikan dia orang mampu. Tetapi kenapa dia mempunyai kredit macet? Berarti karena dia tidak mau bayar.

Okelah, kalau kartu kredit karena tidak ada jaminan mungkin berani untuk membiarkan untuk macet. Entah sengaja maupun tidak sengaja. Tapi ini kan ada jaminan? Nanti tinggal dieksekusi saja kalau tidak mau bayar. Mungkin seperti itu pertanyaan yang akan timbul sehubungan dengan pengajuan kredit yang ada jaminan namun tidak lolos dengan masalah Karakter yang diinterpreasikan dari hasil BI Checking. Pertanyaan ini juga sering menjadi pertanyaan karena tidak lolos dari penilaian aspek financial (keuangannya). Seolah-olah dengan adanya jaminan yang mencukupi, penilaian aspek yang lain bisa diabaikan. Inilah persepsi yang salah dari banyak calon peminjam.
Saya sendiri pernah mendapat pertanyaan sinis dari calon peminjam yang sebelumnya berkonsultasi dulu dengan saya, seperti ini:”Kan ada jaminan? Yang mau saya pinjam hanya seratus juta. Jaminan saya kan satu milyaran?”
Bagi pihak bank, biasanya tiga syarat utama tadi merupakan satu paket. Artinya salah satu syarat dari paket tersebut tidak terpenuhi, otomatis syarat yang lain gugur dengan sendirinya. Dalam hal jaminan tadi, bank tidak ingin menguasai jaminan. Bank tidak butuh rumah, tanah atau property yang dijaminkan untuk dimiliki. Bank hanya butuh dana yang dipinjamkan bisa kembali utuh sesuai perjanjian. Sementara untuk mengeksekusi kalau terpaksa harus dieksekusi, memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang. Apalagi ada yang hingga ke pengadilan segala. Belum lagi harus memaintanance administrasinya dari waktu ke waktu.
Seperti salah satu contoh di atas. Pinjamannya hanya seratus jutaan. Tapi mau mengeksekusi yang nilainya satu milyaran karena misalnya pinjamannya akhirnya macet. Bank pasti dalam posisi yang sulit. Karena yang punya rumah pasti berusaha dengan segala cara untuk mempertahankannya. Biasanya yang punya rumah pasti bilang begini: ”Masa hanya pinjaman seratus jutaan mau mengeksekusi satu milyaran?”
Saya juga mungkin akan mengatakan seperti itu kalau misalnya kasus seperti itu terjadi pada saya.

Yang kedua, masalah black list.
Banyak yang sering salah kaprah mengenai penggunaan istilah Black List ( Daftar Hitam) Bank Indonesia.
Kenapa dibilang salah kaprah?
Karena pada dasarnya khusus mengenai kredit macet, baik kredit macet kartu kredit maupun kredit macet lainnya, Bank Indonesia tidak pernah mengeluarkan Daftar Hitam. Bank Indonesia mengeluarkan Daftar Hitam biasanya hanya yang terkait dengan cek kosong.
Sistim Informasi Debitur yang dikelola oleh Bank Indonesia, yang out putnya dari Sistem Informasi Debitur hanya menyangkut informasi indentitas debitur dan kondisi fasilitas kredit/pembiayaan yang diterima meliputi plafon, baki debet, jangka waktu pembiayaan, dan kondisi (historis) pembayaran selama 24 bulan terakhir sejak posisi data dalam BI Cheking tersebut di up date (oleh pelapor yang dalam hal ini bank kreditur). Itupun per individu. Bukan dalam bentuk List ( Daftar). Oleh karena itulah makanya disebut Informasi Debitur Individual (IDI).
Oleh karena itu, sekali lagi jangan salah kaprah dengan Black List Bank Indonesia, karena istilah itu tidak dikenal dalam Sistim Informasi Debitur.


***

Kembali ke topik.
Mungkin tentu saja si Penelepon tadi gemas. Bahwa hanya karena masalah BI Checking, fasilitas pinjaman yang seyogiyanya bisa dia dapatkan, termasuk nilai nominalnya yang mungkin sangat sesuai dengan keinginannya, jadi gagal total. Tak heran kalau dia berani menawarkan sepuluh jutaan, apabila bisa mematahkan rintangan yang ada tersebut. Kalau itu baru penawaran pertama, berarti naik sekitar lima jutaan lagi mungkin masih bisa. Apalagi katanya rencana penggunaan dananya untuk membiayai proyek yang ditanganinya. Artinya keuntungan dari proyek biasanya besar.

Mungkin perlu sedikit penjelasan. Informasi lolosnya dua aspek penting yang terkait dengan aspek kelayakan keuangan dan aspek kelayakan jaminan bisa didapat dari bagian Marketing atau Account Officer (AO) yang dihubungi atau menghubungi calon debitur. Sementara untuk masalah BI Checking ada petugas khusus yang menanganinya, jadi tidak bisa langsung didapat dari petugas Marketing atau AO tadi. Nah dari contoh seperti itulah si Bapak A tadi sudah bisa memastikan kelayakan aspek financialnya untuk kemampuan mengangsur pinjaman sesuai yang diminta, berikut jaminan yang akan memback upnya.

Saya sudah tidak ingat lagi bagaimana persisnya bahasa saya ketika menjawab pertanyaan sekaligus permintaan si Bapak A tersebut. Namun inti jawaban saya ke bapak A itu adalah bahwa pada dasarnya BI Checking bisa dihapus, namun dalam hal untuk memenuhi keinginan seperti yang dijelaskan, sangat tidak memungkinkan.
Lemas jadinya bapak A itu mendapat jawaban yang kurang sesuai harapannya dari saya. Tapi itu ketika awalnya saja. Selanjutnya dia merasa tenang, karena dia bisa memastikan tidak akan tercebur ke masalah baru yaitu adanya pihak yang menjanjikan bisa memenuhi permintaannya dengan imbalan tertentu.
Bisa dibayangkan. Kalau misalnya saja yang menjanjikan bisa menghapus BI Cheking itu minta dua puluh lima jutaan, yang dari arah pembicaraan sepertinya bapak A itu bersedia mengalokasikan dananya, lenyaplah uang yang sebesar yang dialokasikannya itu. Berapapun itu jadinya.

***
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas. Timbul pertanyaan. Yang benarnya bagaimana?
Sesuai Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 Tentang Sistim Informasi Debitur yang menyebutkan (1) Bank Indonesia dapat melakukan pengkinian data Debitur yang terdapat dalam Sistim Informasi Debitur dalam hal : (a) pelapor mengalami pencabutan usaha atau likuidasi: dan / atau (b) pengkinian data tidak dapat lagi dilakukan oleh pelapor. (2) Pengkinian data Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pemberitahuan tertulis dari pihak yang melakukan pengelolaan data debitur.
Maka, merujuk pada peraturan Bank Indonesia tersebut pada prinsipnya data SID yang out putnya dikenal dengan istilah BI Checking pada dasarnya memang bisa dirubah atau dihapus. Namun secara teknis pelaksanaannya sangat ketat sebagaimana yang bisa dibaca dalam peraturan tersebut. Jadi kalau berniat untuk melakukan penyimpangan, sungguh sangat kecil kemungkinannya.
Lalu untuk apa dibuat isi pasal (9) tersebut? Yaitu untuk mengakomidir kesalahan, kelalaian bank yang menyebabkan debitur complain. Karena pada dasarnya pihak bank juga sering alpa untuk mengup date data nasabahnya. Jadi kalau misalnya terjadi kesalahan di pihak bank, lalu nasabah minta supaya datanya diperbaiki, bank wajib melakukannya. Karena itu hak nasabah. Apalagi sempat mengalami penolakan pengajuan kredit karena kesalahan pihak bank tersebut.
Teknis pelaksanaannya, pihak bank mengudate dulu data nasabah yang komplain tersebut, semenjak kapan mulai kesalahan terjadi. File yang lama di restore dulu, lalu data yang salah diperbaiki. Setelah itu, datanya yang sudah benar dicopy untuk dilakukan hal yang sama di bank Indonesia mengenai restore data yang telah disebutkan. Tentu saja disertai dengan pemberitahuan tertulis sesuai bunyi pasal 9 Peraturan bank Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Dengan dilaksanakannya proses pengkinian data tersebut, data nasabah yang komplain tadi sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
***

Seputar BI Checking

MANFAAT BI CHECKING

• UNTUK DOKUMENTASI PRIBADI YANG DAPAT DIPERGUNAKAN
APABILA DIPERLUKAN (SEBAB ADAKALANYA NAMA KITA
DIMANFAATKAN ORANG LAIN KETIKA MENGAJUKAN
KARTU KREDIT)

• UNTUK MENGETAHUI ADA TIDAKNYA MASALAH BI CHECKING
SEBELUM MENGAJUKAN PINJAMAN

• UNTUK MENGETAHUI DI BANK MANA SAJA YANG ADA MASALAH
DALAM BI CHECKING

• UNTUK MENGETAHUI OUT STANDING TERAKHIR APABILA
TERSANGKUT DENGAN KREDIT MACET.

• UNTUK LEBIH MEMASTIKAN APAKAH BANK SUDAH MENG
UPDATE LAPORAN KE BANK INDONESIA APABILA SUDAH
MELUNASI KREDIT MACET.

• BAGI PELAMAR KERJA  KE BANK ATAU LEMBAGA KEUANGAN
UNTUK  MEMASTIKAN TIDAK AKAN DITOLAK KARENA TERSANGKUT
BI CHECKING. SEBAB SEKARANG LOLOS BI CHECKING SUDAH 
MENJADISALAH SATU SYARAT DITERIMA MENJADI KARYAWAN 
BANK ATAULEMBAGA KEUANGAN LAINNYA.
 
BAGI PEMILIK PERUSAHAAN. UNTUK MEMASTIKAN PEGAWAINYA
(TERUTAMA YANG BARKAITAN DENGAN UANG) TIDAK TERJERAT
DENGAN UTANG KARTU KREDIT / KTA SEHINGGA BERPOTENSI
MELAKUKAN FRAUD






salinan
BAB VIII
SISTIM INFORMASI DEBITUR
BI CHEKING DAN BLACK LIST
buku : Risiko Kartu Kredit; karangan Pulo Siregar; Penerbit Papas Sinar Sinanti Jakarta
Di salah satu bab terdahulu yaitu di bab III Sistim Informasi Debitur sering disebut-sebut. Oleh karena selain sering disebut-sebut, terkait juga dengan risiko itu sendiri, karena Sistim Informasi Debitur ini juga menyangkut harkat hidup orang banyak, sering di dengar tapi kurang jelas detailnya seperti apa, penulis piker ada baiknya penulis mengulas juga tentang hal tersebut.
Namun karena keterbatasan tempat, penulis hanya menyajikan ringkasannya saja, tidak seperti 2 Peraturan bank Indonesia sebelumnya yang penulis kutip secara utuh.
Khusus mengenai Sistim Informasi Debitur, karena dalam situs bank Indonesia www.bi.go.id ada ringkasannya, penulispun memutuskan untuk mengutipnya, yaitu sebagai berikut :
A. SISTIM INFORMASI DEBITUR.
Ringkasan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia
Peraturan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang : Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 143; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4784)
Berlaku : Tanggal 30 November 2007
Ringkasan :
1. Sistem Informasi Debitur (SID) adalah sistem yang menyediakan informasi Debitur yang merupakan hasil olahan dari Laporan Debitur yang diterima oleh Bank Indonesia.
2. Tujuan dari penyelenggaraan SID adalah dalam rangka memperlancar proses Penyediaan Dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku-serta meningkatkan disiplin pasar.
3. Pihak yang diwajibkan untuk menjadi Pelapor dalam SID adalah Bank Umum, BPR yang memiliki total aset sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih selama 6 (enam) bulan berturut-turut, dan Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank.
4. BPR selain sebagaimana dimaksud pada angka 3, Lembaga Keuangan Non Bank, dan Koperasi Simpan Pinjam dapat menjadi Pelapor dalam SID sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam PBI.
5. Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia secara lengkap, akurat, terkini, utuh, dan tepat waktu, setiap bulan untuk posisi akhir bulan. Laporan Debitur tersebut meliputi antara lain informasi mengenai Debitur, pengurus dan pemilik, fasilitas Penyediaan Dana, agunan, penjamin, dan keuangan Debitur.
6. Pihak yang dapat meminta informasi Debitur adalah Pelapor, Debitur, atau pihak lain. Debitur dapat meminta informasi Debitur hanya atas nama Debitur yang bersangkutan kepada Bank Indonesia atau kepada Pelapor yang memberikan Penyediaan Dana kepada Debitur tersebut. Permintaan tersebut diajukan dengan permohonan tertulis yang disampaikan langsung oleh Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa, dengan menunjukkan asli bukti identitas diri dan asli surat kuasa dari Debitur kepada pihak yang diberi kuasa. Pihak lain dapat meminta informasi Debitur kepada Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang dengan memenuhi persyaratan yang diatur dalam PBI.
7. Informasi Debitur yang diperoleh Pelapor hanya dapat digunakan untuk keperluan Pelapor dalam rangka kelancaran proses Penyediaan Dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Tambahan dari penulis :
Secara garis besar unjuk kerja Sistem Informasi Debitur (SID) ini adalah sebagai berikut :
  • Semua data yang terdapat dalam SID bersumber dari Laporan anggota-anggotanya, yang dilaporkan setiap bulan secara rutin mulai dari tanggal 1 sampai tanggal 12 bulan berikut setelah masa laporan.
  • Tentu supaya bisa menghasilkan output yang sesuai dengan diharapkan, inputnya juga harus menyesuaikan seperti yang sudah disebutkan di atas yang harus meliputi meliputi indentitas, fasilitas kredit, plafon, baki debet, jangka waktu, kondisi pembayaran selama 24 bulan terakhir yang sekaligus menggambarkan tingkat kollektibilitas pinjaman, sehingga ketika anggota calon pemberi kredit melakukan BI Cheking, semuanya bisa tersaji secara lengkap.
  • Lalu supaya informasinya akurat, data yang dientry oleh pelapor juga harus akurat. Karena out put yang dihasilkan oleh system besumber dari data yang di entry.
Bisakah mungkin data yang ada dalam SID tidak akurat? Jawabannya Sangat bisa!. Hal yang dapat dibuktikan dari komplain Nasabah yang direspons oleh pihak Bank.
Contohnya komplain No. 135 Bab III direspons oleh Bank pada No. 39 Bab IV).
Karena data yang ada bersumber dari Laporan Anggota-anggotanya, Kalau sumbernya kurang akurat, tentu outputnya juga pasti tidak akurat. Oleh karena itulah Bank Indonesia melakukan pengenaan sanksi pabila anggotanya tidak menyampaikan data yang benar.
Selain itu, dengan diperbolehkannya Debitur atau calon debitur untuk melakukan BI Cheking, hal itu merupakan salah satu untuk melakukan cross check dan bisa langsung mengjukan komplain untuk koreksi data apabila terdapat kesalahan data yang disampaikan.
  • Tingkat kollektibilitas itu sendiri adalah gambaran dari kondisi pembayaran angsuran pinjaman, mulai dari lancar, (biasa juga disebut Golongan I), dalam perhatian khusus ( Golongan II ), kurang lancar (Golongan III ), diragukan ( Golongan IV ) atau macet ( Golongan V ).
  • Mulai dari golongan II ke atas, sudah bisa disebut kategori Non Performing Loan atau NPL.
B. BI CHEKING
Secara garis besar BI-Cheking dapat diartikan sebagai proses permintaan informasi tentang profil seseorang yang terkait dengan data yang diolah Sistem Informasi Debitur yang dikelola Bank Indonesia.
Dalam kaitannya dengan pengajuan kredit khususnya kartu kredit, maka BI Cheking itu sendiri bertujuan untuk mengetahui sejauh mana profil calon debitur yang terkait dengan pinjamannya di bank lain, untuk menjadi salah satu pertimbangan pengambilan keputusan.
Alur proses pengajuan kredit dan pelaporan dibawah ini akan menjelaskannya.
  • Ketika seorang calon debitur mengajukan pinjaman ke Bank atau Anggota SID lainnya, Pinjaman dalam bentuk apapun termasuk Kartu Kredit, hal pertama yang dilakukan oleh pihak Bank adalah mengecek profil calon debitur tersebut ke Bank Indonesia (secara on line ). Hal itulah yang lazim disebut dengan BI Cheking.
  • Dari hasil BI Cheking tersebut akan ada beberapa kemungkinan, yaitu :
1. Calon nasabah tidak mempunyai pinjaman. (Yang barang tentu mencakup seluruh anggota SID). Kalau hasilnya seperti ini, berarti tidak ada masalah ( Clear ) dengan BI Cheking. Berarti proses lainnya yang menyangkut aspek financial, aspek legal, aspek collateral bisa diteruskan.
2. Calon nasabah mempunyai pinjaman, akan tetapi kondisinya atau kollektibilitasnya lancar. Hasil seperti ini biasanya juga tidak ada masalah. Proses lainnya bisa diteruskan.
3. Calon nasabah mempunyai pinjaman namun kolektibilitasnya termasuk kategori dalam perhatian khusus ( Gol II ). Hasil seperti ini biasanya tergantung kebijaksanaan pihak bank. Ada beberapa bank yang masih bisa memberikan toleransi, namun tak sedikit pula yang langsung menolaknya. Demi menjalankan prinsip kehati-hatian.
4. Calon nasabah mempunyai pinjaman namun kolektibilitasnya termasuk kategori Gol III ke atas. Hasil seperti ini biasanya akan langsung ditolak.
· Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, seseorang ditolak pengajuannya bukan hanya karena pinjaman yang kollektibilitasnya macet. (Golongan V). Sebaliknya, mulai dari Dalam perhatian khusus ( Gol II ) juga sangat memungkinkan pengajuan kredit / Kartu kredit ditolak.
Oleh karena itulah banyak yang salah persepsi, khususnya calon debitur yang pengajuannya ditolak padahal merasa tidak mempunyai kredit macet. Jawabnya adalah, Mungkin memang belum sampai golongan V ( macet ) namun suda masuk golongan Non Performing Loan ( NPL ) yang dalam hal mulai dari golongan II ke atas.
C. BLACK LIST
Banyak yang sering salah kaprah mengenai penggunaan istilah Black List ( Daftar Hitam) Bank Indonesia.
Kenapa dibilang salah kaprah?
Karena pada dasarnya khusus mengenai kredit macet, baik kredit macet kartu kredit maupun kredit macet lainnya, Bank Indonesia tidak pernah mengeluarkan Daftar Hitam. Bank Indonesia mengeluarkan Daftar Hitam biasanya hanya yang terkait dengan Cek dan atau Bilyet Giro.
Seperti yang dapat disimak dalam uraian-uraian diatas, demikian juga pada bab-bab sebelumnya, terkait dengan Sistim Informasi Debitur yang dikelola oleh Bank Indonesia, out put dari Sistem Informasi Debitur hanya menyangkut informasi indentitas debitur dan kondisi fasilitas kredit/pembiayaan yang diterima meliputi plafon, baki debet, jangka waktu pembiayaan, dan kondisi (histories) pembayaran selama 24 bulan terakhir sejak posisi data dalam BI Cheking tersebut di up date (oleh pelapor yang dalam hal ini bank kreditur). Itupun per individu. Bukan dalam bentuk List ( Daftar). Oleh karena itulah sering juga disebut Informasi Debitur Individual (IDI).
Oleh karena itu, sekali lagi jangan salah kaprah dengan Black List Bank Indonesia, karena istilah itu tidak ada dalam Sistim Informasi Debitur.


Senin, 09 Januari 2012

MENGHILANGKAN DENGKUR SAAT TIDUR


Mungkin Anda termasuk dari 45 persen orang dewasa yang sering mengeluarkan napas berat dengan bunyi seperti geram seekor beruang ketika tidur. Banyak hal yang menyebabkan seseorang mendengkur, dari hiung tersumbat, sampai adanya tonsil yang membesar.

Meski pada tingkat ringan mendengkur tidak mengundang risiko kesehatan, kebiasaan mengorok ini bisa menurunkan kualitas hidup. Tidak hanya mengganggu orang yang tidur satu ruangan dengannya, tetapi tidak sedikit penderita dengkur yang juga mengalami sleep apnea atau tersumbatnya jalan napas selama beberapa detik. Akibatnya, suplai oksigen ke otak menjadi berkurang.

Beruntung dewasa ini banyak dokter ahli yang mampu mengatasi masalah gangguan tidur ini. Namun ada beberapa cara alami untuk meringankan kasus dengkuran Anda.

1. Ubah posisi tidur

Tidur dalam posisi telentang akan membuat pangkal lidah dan langit-langit mulut "runtuh" ke membran tenggorokan sehingga menyebabkan getaran suara selama kita tidur. "Tidur dengan posisi miring bisa membuat perbedaan besar bagi orang yang terbiasa mengorok," kata Sudhansu Chokroverty dari Clinical Neurophysiology and Sleep Medicine, AS. Cara lainnya adalah dengan meninggikan bagian kepala saat tidur dengan cara mengganjal bagian bawah kaki tempat tidur.


2. Kurangi berat badan

Mengurangi berat badan bisa membantu pada sebagian orang karena nyatanya banyak juga orang kurus yang tidurnya mengorok. Namun, menurut ahli mendengkur, Daniel P Slaugher, bila Anda mulai mendengkur ketika tubuh menggemuk, maka mengurangi bobot tubuh akan membantu. "Bila terdapat tumpukan lemak di sekitar leher, diameter tenggorokan akan terdesak sehingga bisa memicu ngorok," katanya.


3. Hindari alkohol

Alkohol menyebabkan otot-otot dalam jalan napas menjadi terlalu santai. Demikian juga halnya dengan obat-obatan penenang dan obat tidur.
 
4. Atur pola tidur

Pola tidur yang buruk, seperti kebiasaan bekerja lembur sehingga kurang tidur, bisa membuat tubuh kelelahan. Akibatnya saat tiba waktunya tidur, Anda akan memasuki tidur yang dalam dan lama sehingga otot-otot jadi mengendur dan lemas kemudian memicu dengkuran.

5. Matikan rokok

Asap rokok membuat jaringan-jaringan, baik di tenggorokan maupun hidung, mengalami iritasi, sampai bengkak dan menyumbat aliran udara.

6. Cukup cairan

Minumlah cukup cairan setiap hari. "Sekresi di hidung dan langit-langit mulut menjadi lengket ketika Anda dehidrasi. Hal ini menimbulkan dengkuran," kata Slaughter.

7. Ganti bantal

Alergen di kamar tidur dan bantal mungkin berpengaruh pada terjadinya ngorok. Menurut Slaughter, tungau debu bisa berakumulasi di bantal dan menyebabkan reaksi alergi yang memicu dengkuran. Untuk mengurangi alergen di tempat tidur, cucilah bantal Anda dan jemur di bawah sinar matahari minimal seminggu sekali. Selain itu, jagalah agar hewan kesayangan tidak tidur satu kamar dengan Anda.
Memiliki kekasih bukan jaminan memiliki kehidupan lebih tenang daripada jomblo. Masalah yang paling sering muncul adalah merasa terjebak dalam hubungan yang tidak pasti. Ibarat memiliki kekasih, tapi tidak memiliki calon pendamping hidup.

Dr Terri Orbuch, penulis 'Five Simple Steps to Take Your Marriage from Good to Great', memaparkan sejumlah kriteria untuk menakar keseriusan hubungan asmara, seperti dikutip dari She Knows.

1. Obrolan masa depan
Tak perlu sebuah diskusi berat tentang pernikahan. Obrolan bisa berupa rencana liburan bersama atau khayalan indah tentang kehidupan di masa depan. Meski bukan jaminan, obrolan ringan tentang masa depan memberi petunjuk bahwa masing-masing memiliki harapan dan keyakinan untuk tetap bersama di masa depan.

Jika pasangan tak tertarik atau spontan mengubah topik saat Anda mulai membicarakan masa depan, Anda boleh berpikir tentang keseriusan atau kelanjutan hubungan.

2. Perkenalan keluarga

Memperkenalkan pasangan kepada keluarga menjadi pertanda kuat tentang keseriusan hubungan. Seseorang yang serius dengan hubungan biasanya akan membawa pasangannya masuk ke dalam kehidupannya sedalam mungkin. Tak hanya di lingkungan keluarga, tapi juga teman dekat. Jadi, apakah Anda sudah merasa kenal dengan teman dan keluarganya?

3. Komunikasi intens

Pasangan yang serius biasanya ditandai dengan adanya komunikasi intens. Tak hanya saat merasa butuh bantuannya, tapi juga ketika waktu luang. Pasangan yang serius cenderung akan berkomunikasi di setiap kesempatan. Saling mengabarkan kondisi satu sama lain setiap saat. Tanpa harus merenggut privasinya, komunikasi intens penting menjaga hubungan harmonis. Lantas, apakah frekuensi komunikasi Anda dan pasangan cukup terjaga?

4. Ekspresi cinta

Ungkapan cinta melalui kata-kata atau perbuatan bukan hanya miliki pasangan baru. Mereka yang sudah menjalin hubungan yang cukup lama juga membutuhkannya. Ini penting untuk menjaga hasrat dan keharmonisan asmara.

Tanpa ekspresi cinta, bukan mustahil hubungan akan menjadi hambar. Hubungan cinta sepasang keasih pun bukan tidak mungkin akan bergeser tak ubahnya hubungan antarsahabat yang saling membutuhkan. Jadi, apakah masih ada ekspresi cinta antara Anda dan pasangan ?

10 Langkah Pelemahan KPK








Jauh sebelum bangsa ini merdeka, perilaku korup sudah menyusup ke sendi-sendi kehidupan masyarakat.  Dan sejak itu hingga saat ini, bangsa ini dicengkeram penyakit kronis bernama korupsi. Korupsi  tidak  hanya merampas  hak  rakyat  untuk hidup  sejahtera  tetapi  juga  merusak  sistem ekonomi, sosial, hukum dan demokrasi bangsa. Kekayaan sumber daya alam dan suburnya tanah Indonesia tergerogoti habis oleh segelintir orang. Ironisnya, perilaku-perilaku korup dilakukan oleh para pejabat/petinggi negeri.  Oleh mereka menduduki kursi kekuasaan, oleh mereka yang harusnya bekerja dan melayani masyarakat, namun justru berkhianat dengan memakan uang kotor.
Penyakit korupsi dikemudian hari menjadi pandemik. Berbagai perilaku korup dapat kita temukan diberbagai sisi kehidupan bangsa ini. Dari hal yang paling mencolok yakni mencuri uang negara, menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, mark-up, dan sejenisnya. Hingga tindakan kecil seperti korupsi waktu, korupsi jabatan (termasuk rangkap jabatan), atau mencuri hak pelayanan publik.  Pandemik korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana bagi perekonomian nasional dan juga pada bencana ketidakadilan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.  Sehingga untuk menjadikan Indonesia bersih, adil, makmur  dan sejahatera, kejahatan korupsi harus dikikis habis dari negeri ini.
Landasan Berdirinya KPK
Kehancuran perekonomian nasional pada 1997-1998 tidak terlepas dari perilaku korup yang dilakukan oleh ‘chronic capitalism“. Suatu tindakan para pejabat bersama para konglomerat yang mementingkan kepentingan finansial pribadi/kelompok (lokal maupun asing) dibanding kepentingan negara. Mereka yang berada dilingkar kekuasaan memanfaatkan segala fasilitas untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Praktik mark-up, proyek fiktif, kolusi dan nepotisme tumbuh sumber di episentrum kekuasaan.
Selama proses perampokan uang negara dengan cara korup, selama itu pula para penegak hukum kita hanya berdiam diri dan bahkan tidak sedikit dari mereka menikmati hasil perampokan itu. Setelah jatuhnya rezim orde baru, proses konvensional penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi berjalan ditempat. Institusi kepolisian, kejaksaan dan kehakiman yang harusnya menjadi lembaga terdepan memberantas kejahatan korupsi ternyata tidak membuahkan hasil seperti diharapkan masyarakat.
Oleh karena itu, dirancanglah suatu sistem pemberantasan korupsi yang terintegrasi dalam berbagai aspek.  Atas aspirasi reformasi 1998 dan dibawah pemerintah Megawati, dirancanglah sebuah undang-undang untuk mendirikan lembaga yang  mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-undang tersebut adalah UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Melalui UU 30 Tahun 2002, berdirilah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada 29 Desember 2003.
KPK Jilid I 2003-2007 dipimpin oleh Taufiqurachman Ruki berhasil mendirikan fondasi KPK. Selama 2 tahun pertama, KPK Jilid I lebih fokus pada pemantapan sistem teknis, dan mulai menunjukan kerja dengan menangkap anggota KPU, lalu mantan Menteri DKP dan seterusnya. Pelaksanaan tugas KPK yang  pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional dan berkesinambungan serta bebas dari intervensi kekuasaan.
Kepercayaan Publik, Kepercayaan KPK
Tidak bisa dipungkiri bahwa pasca berdirinya KPK, secara bertahap masyarakat mulai mempercayai  penegakan hukum terutama dalam proses pemberantasan kejahatan korupsi. Harapan  dan  antusiasme  publik  yang  sebelumnya
sempat  berada  pada  level  terendah,  berangsur-angsur meningkat. Pendar cahaya yang diusung KPK ternyata  mampu  menerangi  ruang  pengharapan  rakyat  yang telah menderita sekian lama akibat korupsi. Sepanjang 2008, tercatat koruptor-koruptor kelas kakap – baik dari nilai kerugian negara maupun ketokohan pelakunya– telah ditangkap dan (sedang diproses untuk) dijebloskan penjara. Dari bupati, walikota, gubernur, mantan menteri, anggota DPR hingga besan Presiden SBY.
Meskipun dalam beberapa kasus, terlihat KPK masih tebang pilih, namun masyarakat tampaknya cukup puas dengan kinerja KPK yang tidak hanya berhasil menindak para pelaku kejahatan korupsi, namun pada level pencegahan. Melalui koordinasi dan supervisi dengan sejumlah lembaga negara/pemerintah, KPK turut mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya di  sektor  pelayanan  publik.  Selama ini, pelayanan publik buruk membuat celah-celah korupsi menganga  sedemikian  lebar.
Berkaca  pada  Indeks  Persepsi  Korupsi  (IPK)  yang dikeluarkan  Transparency International 2009,  yang  lebih fokus pada baik-buruknya pelayanan publik di suatu negara, Indonesia memang boleh sedikit berbangga. Sejak berdirinya KPK, IPK Indonesia mengalami peningkatan secara bertahap.
Tabel Peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK/CPI) Indonesia 2001-2009
Tahun Survei Nilai IPK Indonesia Sumber TI
2001 1.9 CPI 2001
2002 1.9 CPI 2002
2003 1.9 CPI 2003
2004 2.0 CPI 2004
2005 2.2 CPI 2005
2006 2.4 CPI 2006
2007 2.3 CPI 2007
2008 2.6 CPI 2008
2009 2.8 CPI 2009
Untuk tahun 2009 ini  IPK  Indonesia naik,  yakni meningkat menjadi 2,8 dari 2,6 di tahun 2008. Peringkat Indonesia dalam ranking negara paling korup di dunia pun turun secara signifkan. Namun, tentu saja kita tidak lantas berpuas  diri  dan  terlena. Apalagi  jika  didasari pada kenyataan  bahwa  IPK  terbaik  di  dunia  yang  diraih oleh Selandia Baru  pada angka 9,4 dan disusul masing-masing Denmark 9.3 dan Singapura dan Sweden pada IPK 9.2. Dari angka ini, jelas Indonesia jauh sekali dibanding dengan negara tetangga kita Singpura yang menduduki peringkat ke-3 dunia atau Australia di posisi 8 dengan IPK 8.7. Bahkan dengan negara serumpun-pun, Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang menduduki posisi 56 dengan IPK 4.5
10 Langkah Pelemahan KPK
Ditengah tingginya kepercayaan masyarakat atas upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, ternyata di pengujung 2009 ini kita dikagetkan dengan upaya pelemahan KPK. Bahkan sejak pertengahan 2008, indikasi-indikasi pelemahan KPK sudah mulai tampak. Setidaknya ada 10 langkah pelemahan KPK baik yang dilakukan oleh politisi maupun petinggi negara.
1. Ide Pembubaran KPK oleh Kader Demokrat –> belum berhasil
Pada 25 April 2008, anggota DPR Fraksi Demokrat Ahmad Fauzi melontarkan ide untuk membubar KPK sekaligus merevisi UU 30/2002 hanya karena KPK mengeledah gedung DPR karena Al Amin Nasution cs ditangkap KPK. Kader Demokrat ini menilai KPK menjadi lembaga yang super dalam menangani kasus-kasus korupsi sehingga UU KPK perlu direvisi. (DetiknewsNusantaraku)
2.   “KPK ini sudah powerholder yang luar biasa” –>?
Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go uncheck. KPK ini sudah powerholder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati,” kata Presiden SBY saat berkunjung ke harian Kompas, Jakarta, 24 Juni 2009 [Kompas Cetak]
Pasca pernyataan Presiden SBY ini, BPKP berinisiatif mengaudit KPK. Hal ini terus dilanjutin oleh jenderal kepolisian yang melabelkan KPK sebagai cicak, sementara polisi adalah buaya yang tidak bisa disentuh cicak [Nusantaraku]. Dari sinilah, upaya rekayasa semakin terkuat hingga pencatutan nama Presiden SBY oleh Ong Yuliana dan Anggoro hingga saat ini belum dituntut (Nusantaraku).
3. Pengkerdilan Kewenangan Penyadapan KPK –> lagi diperjuangkan Menkominfo
Pada 23 November 2009, Menteri Komunikasi dan Informasi Titatul Sembiring (eks. Presiden PKS) dalam program 100 harinya berusaha mengerdilkan kewenangan penyadapan KPK. Tifatul Sembiring mengusulkan pembuatan RPP Penyadapan yang mana membatasi kewenangan KPK dalam penyadapan.  Ambisi Tifatul ini ditriger oleh sejumlah anggota Komisi III DPR mempersoalkan kewenangan penya­dapan KPK.  KPK harus meminta izin dari pengadilan / lembaga penyadapan khusus sebelum menyadap. Tindakan Tifatul Sembiring merupakan kong-kali-kong antara DPR dan Pemerintah  (DPR RISuara Karya).
Padahal, menurut mantan Wakil Ketua KPK 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas fungsi penyadapan tidak hanya untuk pemberantasan korupsi semata, tetapi juga untuk memberantas perdagangan manusia, narkoba, dan terorisme. Selain itu, penyadapan tidak hanya berguna untuk mengetahui pembicaraaan mereka yang tersadap, tetapi juga untuk mengetahui lokasi dan membuntuti mereka yang menjadi sasaran penyadapan (Vivanews).
4. Menghilangkan Kewenangan Penuntutan KPK –> gagal
Sejak penyusuan RUU Pengadilan Tipikor di pertengahan 2008, hampir semua fraksi  DPR  dan utusan pemerintah (Depkumham) menghendaki penuntutan hanya berada di tangan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus tipikor. Mereka berusaha menghilangkan kewenangan dalam penuntutan perkara korupsi (Kompas). UU Tipikor versi peme­rintah secara tersirat membatasi kewenangan KPK hingga tingkat penyidikan dan tidak sampai penuntutan seperti kewenangan yang dimiliki saat ini. Padahal, salah satu kekuatan dari KPK dalam pemberantasan korupsi adalah penuntutan. Rencana pelemahan KPK akhirnya gagal, setelah publik marah dan memprotes kong-kali-kong antara DPR dan pemerintah SBY (termasuk kejaksaan didalamnya) yang berusaha mengerdilkan kewenangan KPK.
5. Seruan Pembekuaan Fungsi Penyidikan dan Penuntutan KPK —> gagal
Pasca Antasari ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Nasrudin, muncul dorongan dari sebagian anggota Komisi III DPR untuk meminta KPK tidak melakukan penyidikan atau penuntutan  alias cuti selama komposisi pimpinan tidak lengkap lima orang.  Komisi III tak menghendaki KPK memutuskan hal strategis alias bekerja termasuk fungsi penindakan tindak pidana korupsi. Salah satu dari anggota DPR tersebut  adalah Nursyahbani Katjasungkana, angota DPR dari fraksi PKB (Kompas KPK).
6. Rencana audit BPKP terhadap KPK –> gagal

25 Juni 2009 :  Meski tidak memiliki kewe­nangan,  Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)  berupaya melakukan audit terhadap KPK. Inisiatif BPKP mengaudit KPK didasarkan isyarat tidak langsung Presiden SBY melalui pemberitaan media massa bahwa perlu ada early warning (peringatan awal) bagi KPK (Kompas). Presiden SBY lalu membantah, namun sampai saat ini publik tidak pernah tahu tentang ketegasan SBY memberi sanksi kepada Kepala BPKP.
7. Penarikan Personal Penyidik dan Auditor –> gagal
Pada November 2008, Mabes Polri menarik dua perwira polisi yang diperbantukan di KPK. Mereka adalah Brigadir Jenderal (Pol) Bambang Widaryatmo dan Ajun Komisaris Besar Akhmad Wiyagus.  Padahal, menurut Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa KPK sebenarnya masih sangat membutuhkan tenaga Bambang dan Wiyagus (Kompas).
Pada Mei 2009, BPKP berupaya menarik 25 auditor yang sangat membantu pembongkaran korupsi di KPK. Atas tekanan publik, rencana penarikan auditor gagal dilakukan BPKP.
8. Ancaman Pengeboman  Gedung KPK & “Sniper” kepada Pejabat KPK –> gagal
Setiap KPK berusaha menyelidiki kasus besar, Gedung KPK diteror dengan bom.  Setidaknya telah dua kali gedung KPK diancam bom yakni pada 6 Februari 2008  (Vhrmedia) dan 16 Juli 2009 (Okezone). Ancaman bom dilakukan oleh pihak yang tidak dikenal meski setelah ditelusuri kepolisian tidak ditemukan bom tersebut.
Selain ancaman bom, 2 petugas KPK yang sedang menginvestigasi kasus Century diancam  ‘sniper’ melalui sms . SMS ditujukan kepada dua orang penyidik KPK yang sedang berada di Surabaya.  Ancaman yang diduga berasal dari salah satu petinggi kepolisian  (Nusantaraku).
9. Judicial Review UU KPK ke MK

Dari 8 kali judicial review UU KPK yang diterima oleh MK, sebagian diantaranya berusaha untuk melemahkan fungsi KPK.  Sebagian diantaranya ditolak oleh MK, dan sebagian lainnya dikabulkan oleh MK. Diantaranya adalah MK mengabulkan para pemohon yang mengugat Pengadilan Tipikor yang dibentuk berdasar pasal 53 UU KPK tidak sah. MK menyatakan perlu dibentuk UU tersendiri (UU Pengadilan Tipikor) dan memberikan batas waktu sampai akhir 2009.
10. Rekayasa Hukum Terhadap Pimpinan KPK —>??
Berdasarkan pencarian tim fakta dan verifikasi atas kasus Bibit SM dan Chandra MH, ditemukan indikasi kuat kriminalisasi kedua pimpinan KPK tersebut (Dokumen Tim 8). Dari pemeriksaan Tim 8 jelas terlihat tidak cukup bukti, bahkan proses hukum terkesan dipaksakan untuk menjerat Bibit-Chandra. Disisi lain, Anggodo sebagai aktor utama dalam dugaan rekayasan yang bahkan ikut dalam perbicaraan pencatutan nama Presiden SBY (Nusantaraku) hingga saat ini belum dijadikan tersangka. Dashyat…
Catatan : Saya hanya mencuplik dan mencantumkan satu atau dua sumber-sumber media terdahulu pada setiap kasus. Untuk selengkapnya, dapat ditelusi di mesin pencari.
Salam Antikorupsi,