Jumat, 13 April 2012
Senin, 09 April 2012
Jumat, 06 April 2012
Contoh Kasus BI Checking
Bisa Tidak Black List Dihapus? (Membantu Nasabah Menyelesaikan Masalahnya 5
“Saya punya Kartu Kredit macet di beberapa Bank. Jadi karena Kartu Kredit macet tersebut, beberapa kali saya mengajukan pinjaman selalu ditolak dengan alasan black list. Padahal saya hanya mengajukan sekitar lima ratus juta rupiah sementara nilai jaminan saya ada sekitar satu milyar lebih. Mengenai perputaran dana di rekening Tabungan selain aktif, juga cukup untuk mengcover syarat pengajuan pinjaman yang saya ajukan.”
“Yang mau saya tanyakan, bisa tidak black list tersebut dihapus?”
Demikian pertanyaan yang berkaitan dengan black list yang pernah saya terima dari seseorang, sebut saja namanya bapak A melalui handphone yang kemudian dilanjutkan dengan tawaran kalau bisa menghapus black list yang dimaksudkan beliau bersedia mengalokasikan dana sepuluh jutaan sebagai success feenya.
Sekilas dari hasil pembicaraan tersebut, dua syarat penting untuk pengajuan pinjaman sesuai yang diinginkan si penelepon tadi yaitu aspek financial (untuk segi kemampuan mengembalikan pinjaman melalui angsuran) dan aspek collatoral (nilai jaminan untuk memback up pinjaman) sudah memenuhi. Permasalahannya hanya tinggal di masalah Character yang biasanya digali dari hasil BI Checking, yang menurut si bapak A tadi menghasilkan informasi black list.
***
Sebelum ke topik.
Yang pertama, masalah Karakter.
Masalah karakter ini merupakan hal utama dalam prinsip pemberian Kredit. Oleh karena itulah masalah karakter ditempatkan pada urutan pertama dari prinsip 5 C dalam pemberian kredit.
Kenapa masalah karakter ini sangat penting? Penjelasannya adalah bahwa meskipun calon nasabah mampu, tapi kalau tidak mau bayar bagaimana? Nanti repot urusannya. Ditagih dengan kasar? Bisa jadi masalah. Ditagih dengan lemah lembut? biasanya tidak akan berhasil. Buktinya seperti contoh bapak A tadi, sampai sekarang ada kartu kredit macet. Padahal dari informasi yang diberikan yang memiliki jaminan sekitar satu milyar, dapat diartikan dia orang mampu. Tetapi kenapa dia mempunyai kredit macet? Berarti karena dia tidak mau bayar.
Okelah, kalau kartu kredit karena tidak ada jaminan mungkin berani untuk membiarkan untuk macet. Entah sengaja maupun tidak sengaja. Tapi ini kan ada jaminan? Nanti tinggal dieksekusi saja kalau tidak mau bayar. Mungkin seperti itu pertanyaan yang akan timbul sehubungan dengan pengajuan kredit yang ada jaminan namun tidak lolos dengan masalah Karakter yang diinterpreasikan dari hasil BI Checking. Pertanyaan ini juga sering menjadi pertanyaan karena tidak lolos dari penilaian aspek financial (keuangannya). Seolah-olah dengan adanya jaminan yang mencukupi, penilaian aspek yang lain bisa diabaikan. Inilah persepsi yang salah dari banyak calon peminjam.
Saya sendiri pernah mendapat pertanyaan sinis dari calon peminjam yang sebelumnya berkonsultasi dulu dengan saya, seperti ini:”Kan ada jaminan? Yang mau saya pinjam hanya seratus juta. Jaminan saya kan satu milyaran?”
Bagi pihak bank, biasanya tiga syarat utama tadi merupakan satu paket. Artinya salah satu syarat dari paket tersebut tidak terpenuhi, otomatis syarat yang lain gugur dengan sendirinya. Dalam hal jaminan tadi, bank tidak ingin menguasai jaminan. Bank tidak butuh rumah, tanah atau property yang dijaminkan untuk dimiliki. Bank hanya butuh dana yang dipinjamkan bisa kembali utuh sesuai perjanjian. Sementara untuk mengeksekusi kalau terpaksa harus dieksekusi, memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang. Apalagi ada yang hingga ke pengadilan segala. Belum lagi harus memaintanance administrasinya dari waktu ke waktu.
Seperti salah satu contoh di atas. Pinjamannya hanya seratus jutaan. Tapi mau mengeksekusi yang nilainya satu milyaran karena misalnya pinjamannya akhirnya macet. Bank pasti dalam posisi yang sulit. Karena yang punya rumah pasti berusaha dengan segala cara untuk mempertahankannya. Biasanya yang punya rumah pasti bilang begini: ”Masa hanya pinjaman seratus jutaan mau mengeksekusi satu milyaran?”
Saya juga mungkin akan mengatakan seperti itu kalau misalnya kasus seperti itu terjadi pada saya.
Yang kedua, masalah black list.
Banyak yang sering salah kaprah mengenai penggunaan istilah Black List ( Daftar Hitam) Bank Indonesia.
Kenapa dibilang salah kaprah?
Karena pada dasarnya khusus mengenai kredit macet, baik kredit macet kartu kredit maupun kredit macet lainnya, Bank Indonesia tidak pernah mengeluarkan Daftar Hitam. Bank Indonesia mengeluarkan Daftar Hitam biasanya hanya yang terkait dengan cek kosong.
Sistim Informasi Debitur yang dikelola oleh Bank Indonesia, yang out putnya dari Sistem Informasi Debitur hanya menyangkut informasi indentitas debitur dan kondisi fasilitas kredit/pembiayaan yang diterima meliputi plafon, baki debet, jangka waktu pembiayaan, dan kondisi (historis) pembayaran selama 24 bulan terakhir sejak posisi data dalam BI Cheking tersebut di up date (oleh pelapor yang dalam hal ini bank kreditur). Itupun per individu. Bukan dalam bentuk List ( Daftar). Oleh karena itulah makanya disebut Informasi Debitur Individual (IDI).
Oleh karena itu, sekali lagi jangan salah kaprah dengan Black List Bank Indonesia, karena istilah itu tidak dikenal dalam Sistim Informasi Debitur.
***
Kembali ke topik.
Mungkin tentu saja si Penelepon tadi gemas. Bahwa hanya karena masalah BI Checking, fasilitas pinjaman yang seyogiyanya bisa dia dapatkan, termasuk nilai nominalnya yang mungkin sangat sesuai dengan keinginannya, jadi gagal total. Tak heran kalau dia berani menawarkan sepuluh jutaan, apabila bisa mematahkan rintangan yang ada tersebut. Kalau itu baru penawaran pertama, berarti naik sekitar lima jutaan lagi mungkin masih bisa. Apalagi katanya rencana penggunaan dananya untuk membiayai proyek yang ditanganinya. Artinya keuntungan dari proyek biasanya besar.
Mungkin perlu sedikit penjelasan. Informasi lolosnya dua aspek penting yang terkait dengan aspek kelayakan keuangan dan aspek kelayakan jaminan bisa didapat dari bagian Marketing atau Account Officer (AO) yang dihubungi atau menghubungi calon debitur. Sementara untuk masalah BI Checking ada petugas khusus yang menanganinya, jadi tidak bisa langsung didapat dari petugas Marketing atau AO tadi. Nah dari contoh seperti itulah si Bapak A tadi sudah bisa memastikan kelayakan aspek financialnya untuk kemampuan mengangsur pinjaman sesuai yang diminta, berikut jaminan yang akan memback upnya.
Saya sudah tidak ingat lagi bagaimana persisnya bahasa saya ketika menjawab pertanyaan sekaligus permintaan si Bapak A tersebut. Namun inti jawaban saya ke bapak A itu adalah bahwa pada dasarnya BI Checking bisa dihapus, namun dalam hal untuk memenuhi keinginan seperti yang dijelaskan, sangat tidak memungkinkan.
Lemas jadinya bapak A itu mendapat jawaban yang kurang sesuai harapannya dari saya. Tapi itu ketika awalnya saja. Selanjutnya dia merasa tenang, karena dia bisa memastikan tidak akan tercebur ke masalah baru yaitu adanya pihak yang menjanjikan bisa memenuhi permintaannya dengan imbalan tertentu.
Bisa dibayangkan. Kalau misalnya saja yang menjanjikan bisa menghapus BI Cheking itu minta dua puluh lima jutaan, yang dari arah pembicaraan sepertinya bapak A itu bersedia mengalokasikan dananya, lenyaplah uang yang sebesar yang dialokasikannya itu. Berapapun itu jadinya.
***
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas. Timbul pertanyaan. Yang benarnya bagaimana?
Sesuai Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 Tentang Sistim Informasi Debitur yang menyebutkan (1) Bank Indonesia dapat melakukan pengkinian data Debitur yang terdapat dalam Sistim Informasi Debitur dalam hal : (a) pelapor mengalami pencabutan usaha atau likuidasi: dan / atau (b) pengkinian data tidak dapat lagi dilakukan oleh pelapor. (2) Pengkinian data Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pemberitahuan tertulis dari pihak yang melakukan pengelolaan data debitur.
Maka, merujuk pada peraturan Bank Indonesia tersebut pada prinsipnya data SID yang out putnya dikenal dengan istilah BI Checking pada dasarnya memang bisa dirubah atau dihapus. Namun secara teknis pelaksanaannya sangat ketat sebagaimana yang bisa dibaca dalam peraturan tersebut. Jadi kalau berniat untuk melakukan penyimpangan, sungguh sangat kecil kemungkinannya.
Lalu untuk apa dibuat isi pasal (9) tersebut? Yaitu untuk mengakomidir kesalahan, kelalaian bank yang menyebabkan debitur complain. Karena pada dasarnya pihak bank juga sering alpa untuk mengup date data nasabahnya. Jadi kalau misalnya terjadi kesalahan di pihak bank, lalu nasabah minta supaya datanya diperbaiki, bank wajib melakukannya. Karena itu hak nasabah. Apalagi sempat mengalami penolakan pengajuan kredit karena kesalahan pihak bank tersebut.
Teknis pelaksanaannya, pihak bank mengudate dulu data nasabah yang komplain tersebut, semenjak kapan mulai kesalahan terjadi. File yang lama di restore dulu, lalu data yang salah diperbaiki. Setelah itu, datanya yang sudah benar dicopy untuk dilakukan hal yang sama di bank Indonesia mengenai restore data yang telah disebutkan. Tentu saja disertai dengan pemberitahuan tertulis sesuai bunyi pasal 9 Peraturan bank Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Dengan dilaksanakannya proses pengkinian data tersebut, data nasabah yang komplain tadi sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
***
Seputar BI Checking
MANFAAT BI CHECKING
• UNTUK DOKUMENTASI PRIBADI YANG DAPAT DIPERGUNAKAN
APABILA DIPERLUKAN (SEBAB ADAKALANYA NAMA KITA
DIMANFAATKAN ORANG LAIN KETIKA MENGAJUKAN
KARTU KREDIT)
• UNTUK MENGETAHUI ADA TIDAKNYA MASALAH BI CHECKING
SEBELUM MENGAJUKAN PINJAMAN
• UNTUK MENGETAHUI DI BANK MANA SAJA YANG ADA MASALAH
DALAM BI CHECKING
• UNTUK MENGETAHUI OUT STANDING TERAKHIR APABILA
TERSANGKUT DENGAN KREDIT MACET.
• UNTUK LEBIH MEMASTIKAN APAKAH BANK SUDAH MENG
UPDATE LAPORAN KE BANK INDONESIA APABILA SUDAH
MELUNASI KREDIT MACET.
• BAGI PELAMAR KERJA KE BANK ATAU LEMBAGA KEUANGAN
UNTUK MEMASTIKAN TIDAK AKAN DITOLAK KARENA TERSANGKUT
BI CHECKING. SEBAB SEKARANG LOLOS BI CHECKING SUDAH
MENJADISALAH SATU SYARAT DITERIMA MENJADI KARYAWAN
BANK ATAULEMBAGA KEUANGAN LAINNYA.
• BAGI PEMILIK PERUSAHAAN. UNTUK MEMASTIKAN PEGAWAINYA
(TERUTAMA YANG BARKAITAN DENGAN UANG) TIDAK TERJERAT
DENGAN UTANG KARTU KREDIT / KTA SEHINGGA BERPOTENSI
MELAKUKAN FRAUD
• UNTUK DOKUMENTASI PRIBADI YANG DAPAT DIPERGUNAKAN
APABILA DIPERLUKAN (SEBAB ADAKALANYA NAMA KITA
DIMANFAATKAN ORANG LAIN KETIKA MENGAJUKAN
KARTU KREDIT)
• UNTUK MENGETAHUI ADA TIDAKNYA MASALAH BI CHECKING
SEBELUM MENGAJUKAN PINJAMAN
• UNTUK MENGETAHUI DI BANK MANA SAJA YANG ADA MASALAH
DALAM BI CHECKING
• UNTUK MENGETAHUI OUT STANDING TERAKHIR APABILA
TERSANGKUT DENGAN KREDIT MACET.
• UNTUK LEBIH MEMASTIKAN APAKAH BANK SUDAH MENG
UPDATE LAPORAN KE BANK INDONESIA APABILA SUDAH
MELUNASI KREDIT MACET.
• BAGI PELAMAR KERJA KE BANK ATAU LEMBAGA KEUANGAN
UNTUK MEMASTIKAN TIDAK AKAN DITOLAK KARENA TERSANGKUT
BI CHECKING. SEBAB SEKARANG LOLOS BI CHECKING SUDAH
MENJADISALAH SATU SYARAT DITERIMA MENJADI KARYAWAN
BANK ATAULEMBAGA KEUANGAN LAINNYA.
• BAGI PEMILIK PERUSAHAAN. UNTUK MEMASTIKAN PEGAWAINYA
(TERUTAMA YANG BARKAITAN DENGAN UANG) TIDAK TERJERAT
DENGAN UTANG KARTU KREDIT / KTA SEHINGGA BERPOTENSI
MELAKUKAN FRAUD
salinan
BAB VIII
SISTIM INFORMASI DEBITUR
BI CHEKING DAN BLACK LIST
buku : Risiko Kartu Kredit; karangan Pulo Siregar; Penerbit Papas Sinar Sinanti Jakarta
Di salah satu bab terdahulu yaitu
di bab III Sistim Informasi Debitur sering disebut-sebut. Oleh karena
selain sering disebut-sebut, terkait juga dengan risiko itu sendiri, karena Sistim Informasi Debitur ini juga menyangkut harkat hidup orang banyak, sering di dengar tapi kurang jelas detailnya seperti apa, penulis piker ada baiknya penulis mengulas juga tentang hal tersebut.
Namun karena keterbatasan tempat, penulis hanya menyajikan ringkasannya saja, tidak seperti 2 Peraturan bank Indonesia sebelumnya yang penulis kutip secara utuh.
Khusus mengenai Sistim Informasi Debitur, karena dalam situs bank Indonesia www.bi.go.id ada ringkasannya, penulispun memutuskan untuk mengutipnya, yaitu sebagai berikut :
A. SISTIM INFORMASI DEBITUR.
Ringkasan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia
Peraturan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 tanggal 30 November 2007
tentang : Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 143; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4784)
Berlaku : Tanggal 30 November 2007
Ringkasan :
1. Sistem
Informasi Debitur (SID) adalah sistem yang menyediakan informasi
Debitur yang merupakan hasil olahan dari Laporan Debitur yang diterima
oleh Bank Indonesia.
2.
Tujuan dari penyelenggaraan SID adalah dalam rangka memperlancar proses
Penyediaan Dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas
Debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku-serta meningkatkan
disiplin pasar.
3. Pihak yang diwajibkan untuk menjadi Pelapor dalam SID adalah Bank Umum, BPR yang memiliki total aset sebesar Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih selama 6 (enam)
bulan berturut-turut, dan Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank.
4.
BPR selain sebagaimana dimaksud pada angka 3, Lembaga Keuangan Non
Bank, dan Koperasi Simpan Pinjam dapat menjadi Pelapor dalam SID
sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam PBI.
5. Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia
secara lengkap, akurat, terkini, utuh, dan tepat waktu, setiap bulan
untuk posisi akhir bulan. Laporan Debitur tersebut meliputi antara lain
informasi mengenai Debitur, pengurus dan pemilik, fasilitas Penyediaan
Dana, agunan, penjamin, dan keuangan Debitur.
6.
Pihak yang dapat meminta informasi Debitur adalah Pelapor, Debitur,
atau pihak lain. Debitur dapat meminta informasi Debitur hanya atas nama
Debitur yang bersangkutan kepada Bank Indonesia
atau kepada Pelapor yang memberikan Penyediaan Dana kepada Debitur
tersebut. Permintaan tersebut diajukan dengan permohonan tertulis yang
disampaikan langsung oleh Debitur yang bersangkutan atau pihak yang
diberi kuasa, dengan menunjukkan asli bukti identitas diri dan asli surat kuasa dari Debitur kepada pihak yang diberi kuasa. Pihak lain dapat meminta informasi Debitur kepada Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang dengan memenuhi persyaratan yang diatur dalam PBI.
7. Informasi
Debitur yang diperoleh Pelapor hanya dapat digunakan untuk keperluan
Pelapor dalam rangka kelancaran proses Penyediaan Dana, penerapan
manajemen risiko, dan identifikasi kualitas Debitur dalam rangka
pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Tambahan dari penulis :
Secara garis besar unjuk kerja Sistem Informasi Debitur (SID) ini adalah sebagai berikut :
- Semua data yang terdapat dalam SID bersumber dari Laporan anggota-anggotanya, yang dilaporkan setiap bulan secara rutin mulai dari tanggal 1 sampai tanggal 12 bulan berikut setelah masa laporan.
- Tentu supaya bisa menghasilkan output yang sesuai dengan diharapkan, inputnya juga harus menyesuaikan seperti yang sudah disebutkan di atas yang harus meliputi meliputi indentitas, fasilitas kredit, plafon, baki debet, jangka waktu, kondisi pembayaran selama 24 bulan terakhir yang sekaligus menggambarkan tingkat kollektibilitas pinjaman, sehingga ketika anggota calon pemberi kredit melakukan BI Cheking, semuanya bisa tersaji secara lengkap.
- Lalu supaya informasinya akurat, data yang dientry oleh pelapor juga harus akurat. Karena out put yang dihasilkan oleh system besumber dari data yang di entry.
Bisakah
mungkin data yang ada dalam SID tidak akurat? Jawabannya Sangat bisa!.
Hal yang dapat dibuktikan dari komplain Nasabah yang direspons oleh
pihak Bank.
Contohnya komplain No. 135 Bab III direspons oleh Bank pada No. 39 Bab IV).
Karena
data yang ada bersumber dari Laporan Anggota-anggotanya, Kalau
sumbernya kurang akurat, tentu outputnya juga pasti tidak akurat. Oleh
karena itulah Bank Indonesia melakukan pengenaan sanksi pabila anggotanya tidak menyampaikan data yang benar.
Selain
itu, dengan diperbolehkannya Debitur atau calon debitur untuk melakukan
BI Cheking, hal itu merupakan salah satu untuk melakukan cross check dan bisa langsung mengjukan komplain untuk koreksi data apabila terdapat kesalahan data yang disampaikan.
- Tingkat kollektibilitas itu sendiri adalah gambaran dari kondisi pembayaran angsuran pinjaman, mulai dari lancar, (biasa juga disebut Golongan I), dalam perhatian khusus ( Golongan II ), kurang lancar (Golongan III ), diragukan ( Golongan IV ) atau macet ( Golongan V ).
- Mulai dari golongan II ke atas, sudah bisa disebut kategori Non Performing Loan atau NPL.
B. BI CHEKING
Secara garis besar BI-Cheking dapat diartikan sebagai proses permintaan informasi tentang profil seseorang yang terkait dengan data yang diolah Sistem Informasi Debitur yang dikelola Bank Indonesia.
Dalam
kaitannya dengan pengajuan kredit khususnya kartu kredit, maka BI
Cheking itu sendiri bertujuan untuk mengetahui sejauh mana profil calon
debitur yang terkait dengan pinjamannya di bank lain, untuk menjadi
salah satu pertimbangan pengambilan keputusan.
Alur proses pengajuan kredit dan pelaporan dibawah ini akan menjelaskannya.
- Ketika seorang calon debitur mengajukan pinjaman ke Bank atau Anggota SID lainnya, Pinjaman dalam bentuk apapun termasuk Kartu Kredit, hal pertama yang dilakukan oleh pihak Bank adalah mengecek profil calon debitur tersebut ke Bank Indonesia (secara on line ). Hal itulah yang lazim disebut dengan BI Cheking.
- Dari hasil BI Cheking tersebut akan ada beberapa kemungkinan, yaitu :
1. Calon nasabah tidak mempunyai pinjaman. (Yang barang tentu mencakup seluruh anggota SID). Kalau hasilnya seperti ini, berarti tidak ada masalah ( Clear ) dengan BI Cheking. Berarti proses lainnya yang menyangkut aspek financial, aspek legal, aspek collateral bisa diteruskan.
2. Calon nasabah mempunyai
pinjaman, akan tetapi kondisinya atau kollektibilitasnya lancar. Hasil
seperti ini biasanya juga tidak ada masalah. Proses lainnya bisa
diteruskan.
3. Calon nasabah mempunyai pinjaman namun kolektibilitasnya termasuk kategori dalam perhatian khusus ( Gol II ). Hasil seperti ini biasanya tergantung kebijaksanaan pihak bank. Ada beberapa bank yang masih bisa memberikan toleransi, namun tak sedikit pula yang langsung menolaknya. Demi menjalankan prinsip kehati-hatian.
4. Calon nasabah mempunyai pinjaman namun kolektibilitasnya termasuk kategori Gol III ke atas. Hasil seperti ini biasanya akan langsung ditolak.
· Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, seseorang ditolak pengajuannya bukan hanya karena pinjaman yang kollektibilitasnya macet.
(Golongan V). Sebaliknya, mulai dari Dalam perhatian khusus ( Gol II )
juga sangat memungkinkan pengajuan kredit / Kartu kredit ditolak.
Oleh karena itulah banyak yang salah persepsi, khususnya calon debitur yang pengajuannya ditolak padahal merasa tidak mempunyai kredit macet. Jawabnya adalah, Mungkin memang belum sampai golongan V ( macet ) namun suda masuk golongan Non Performing Loan ( NPL ) yang dalam hal mulai dari golongan II ke atas.
C. BLACK LIST
Banyak yang sering salah kaprah mengenai penggunaan istilah Black List ( Daftar Hitam) Bank Indonesia.
Kenapa dibilang salah kaprah?
Karena pada dasarnya khusus mengenai kredit macet, baik kredit macet kartu kredit maupun kredit macet lainnya, Bank Indonesia tidak pernah mengeluarkan Daftar Hitam. Bank Indonesia mengeluarkan Daftar Hitam biasanya hanya yang terkait dengan Cek dan atau Bilyet Giro.
Seperti yang dapat disimak dalam uraian-uraian diatas, demikian juga pada bab-bab sebelumnya,
terkait dengan Sistim Informasi Debitur yang dikelola oleh Bank
Indonesia, out put dari Sistem Informasi Debitur hanya menyangkut
informasi indentitas debitur dan kondisi fasilitas kredit/pembiayaan
yang diterima meliputi plafon, baki debet, jangka waktu pembiayaan, dan
kondisi (histories) pembayaran selama 24 bulan terakhir sejak posisi
data dalam BI Cheking tersebut di up date (oleh pelapor
yang dalam hal ini bank kreditur). Itupun per individu. Bukan dalam
bentuk List ( Daftar). Oleh karena itulah sering juga disebut Informasi
Debitur Individual (IDI).
Oleh karena itu, sekali lagi jangan salah kaprah dengan Black List Bank Indonesia, karena istilah itu tidak ada dalam Sistim Informasi Debitur.
Langganan:
Postingan (Atom)